Menuju Jurnalis
Profesional
Hendra*
Wartawan
merupakan profesi. Bekerja dengan profesional dalam mencari informasi untuk
disebarluaskan ke masyarakat melalui media massa. Layaknya, dokter, guru dan
pengacara yang bekerja dengan profesional dalam menjalankan profesinya
masing-masing.
Pekerjaan yang disebut
dengan profesi memiliki kriteria. Pertama, adanya kekebebasan dalam
melaksanakan profesi. Wartawan memiliki kebebasan dalam berkerja. Merdeka dalam
memperoleh dan menyampaikan informasi untuk kebutuhan hakiki dalam meningkatkan
kualitas kehidupan manusia. Kebebasan bagi pers dalam melaksanakan kegiatan
jurnalsitik, sudah diatur dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 pasal 4.
Dalam kode etik
jurnalitik, yang memiliki 11 pasal juga telah dijelaskan aturan atau
etika-etika jurnalis bekerja secara profesional. Pada pasal 1, yang
ditafsirkan, bahwa wartawan bekerja dengan hati nurani, tanpa paksaan dan
intervensi dari pihak lain. Artinya, wartawan dalam bekerja harus independen
Kebebasan
jurnalis berpijak kepada nilai-nilai kebenaran. Bill Kovach dan Rosential dalam
bukunya “The Elements of Journalism”, pada elemen pertama dari sembilan elemen
jurnalistik, menyatakan, kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian
kebenaran.
Kebenaran memang
sangat relatif. Tetapi, bisa didapatkan melalui independensi jurnalis. Jurnalis
yang independen bekerja tanpa tekanan dan iming-iming, baik dari pihak ketiga
(narasumber) maupun dari perusahaan media yang mempekerjakannya. Independensi
akan muncul dari hati nurani sang jurnalis untuk sebuah kebenaran tersebut.
Jurnalis asal
Amerika itu, Bill Kovach dan Rosential juga menulis, pada elemen ke empat,
Jurnalis harus menjaga independensi dari objek liputan. Memang, sulit untuk menjaga independensi
jurnalis, karena kita akan berhadapan dengan berbagai peristiwa yang mungkin
melibatkan orang-orang terdekat, seperti keluarga. Sedangkan kita diminta oleh
perusahaan untuk meliput peristiwa itu. Konflil pun terjadi pada diri jurnalis
sendiri.
Untuk hal ini,
Bill Kovach mempunyai solusi, dalam bukunya itu juga, dikatakan, jika wartawan/media
memiliki hubungan yang bisa dipersepsikan sebagai konflik kepentingan, mereka
berkewajiban melakukan full-disclosure tentang hubungan itu.
Kedua, profesi
memiliki keahlian. Wartawan memiliki keahlian dalam mencari, menggali,
mengolah, menulis dan menyampaikan
informasi kepada masyarakat. Hal itu menuntut wartawan untuk lebih cerdas dari
masyarakatnya. Sebab informasi yang disampaikan akan dikonsumsi masyarakat luas,. Menjadi referensi untuk berbagai kegiatan
masyarakat nantinya. Keahlian wartawan juga bisa kita lihat dari kekuatan dalam
bahasa, apalagi bahasa jurnalistik.
Ketiga,
pekerjaan yang terikat dan adanya keterpanggilan. Wartawan bekerja 24 jam. Ada
panggilan untuk menunaikan profesi itu. Panggilan jiwa dalam bekerja. Sehingga
muncul naluri yang peka terhadap setiap peristiwa.
Hati nurani
jurnalis juga akan ikut bicara. Ketika ada hal-hal yang patut diinformasikan
kepada publik. Sehingga, walaupun di jam tidur, jurnalis masih berada di
lapangan untuk melakukan kegiatan jurnalistik.
Dalam bukunya
juga, Bill Kovach menulis, jurnalis diperbolehkan mendengarkan hati nurani
personalnya. Dengan hati nurani tersebut, jurnalis terpanggil untuk
melaksanakan tanggung jawab sosialnya tersebut.
Keempat,
pekerjaan yang disebut dengan profesi memiliki kode etik. Dalam UU 40 tahun
1999 pasal 7 ayat 2 tercantum bahwa, wartawan memiliki dan mentaati kode etik
jurnalistik.
Undang-undang
dan kode etik tersebut, tidak sebatas aturan tertulis. Tetapi harus ditaati
jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Untuk
meningkatkan profesionalime dan integritas, jurnalis di Indonesia
saat ini memiliki etika profesi sebagai pedoman dalam menjalakan profesi, yaitu
kode etik jurnalistik (KEJ) yang disahkan pada tanggal 14 Maret 2006 atas nama
29 organisasi wartawan dan organisasi peruhasaan pers di Indonesia.
Empat kriteria
tadi telah jelas menggambarkan, wartawan sebagai profesi. Menuntut
profesionalitas kerja dengan menempuh cara-cara yang profesional. Walaupun
nanti akan muncul berbagai godaan yang akan menjerumuskan.
Untuk
mencipatakan jurnalis profesional tersebut, salah satunya melalui pers
mahasiswa.
Posisi pers mahasiswa di tengah
pers umum. Mungkinkah menjadi media alternatif, karena mempunyai segmen-segmen
sesuai dengan ciri khas kampusnya sendiri. Serta berbasis konsistensi dan tetap setia
memperjuangkan idealisme pers pada umumnya.
Ini tugas kita bersama..
Media-media di Indonesia dikelola jurnalis-jurnalis dari Ranah Minang yang
memiliki kecerdasan dan integritas tinggi. Aspem menjadi jembatan untuk
melahirkan jurnalis-jurnalis professional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar