Blog&fb: Hendra payobadar | Twitter : @payobadar

Besikap terlalu serius bisa mematikan mood orang disekitarmu

Hot in Week

Senin, 17 November 2014

TEKNIK WAWANCARA

TEKNIK WAWANCARA
#Hendra Payobadar

  1. Pengertian
Wawancara adalah tanya jawab untuk memperoleh informasi atau keterangan akan suatu hal. Dan wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang diperoleh secara langsung antara pewawancara dengan narasumber.Sebagai sebuah data, informasi yang diperoleh dari hasil wawancara harus diubah menjadi laporan tertulis.Laporan tertulis hasil wawancara berupa laporan tulisan jurnalistik (berita) atau data dalam bentuk ringkasan.
Wawancara jurnalisme adalah sebuah dialog untuk megumpulkan dan merekonstruksi fakta dari informasi yang telah ada sebelumnya. Untuk menghasilkan wawancara yang hebat, seorang jurnalis harus memperhatikan tahap-tahap persiapan, pelaksanaan, produksi atau penulisan, sampai pada tahap evaluasi.
Dalam wawancara, wartawan bertanya kepada narasumber, (saksi, pengamat, pihak berwenang, dan sebagainya) untuk menggali atau mengumpulkan informasi, keterangan, fakta, atau data tentang sebuah peristiwa atau masalah. Dan hasil wawancara disusun dalam bentuk karya jurnalistik –berita, feature, atau artikel opini.

Pedoman Wawancara:
·         Dalam dunia jurnalistik, seorang jurnalis (Reporter, penyiar, anchor, host) harus melakukan persiapan yang cukup sebelum mewawancarai seseorang.
·         Dia harus paham betul masalah yang akan ditanyakan. Sehingga dia bisa pandai menjaga wawancara tetap fokus dan tidak kehilangan arah, agar keterangan atau jawaban yang disampaikan narasumber sesuai dengan kebutuhan dan keingintahuan pembaca/pemirsa/pendengar.
·         Harus paham bahwa wawancara yang dilakukannya bukan untuk keperluan pribadinya, editornya, bosnya, atau medianya, tapi untuk memenuhi need and want pembaca atau audiens mereka.
·         Perlu mengetahui latar belakang atau sifat orang yang akan diwawancarai agar mudah menyesuaikan diri dengannya ketika bertatap muka.
·         Penting sekali bagi seorang jurnalis untuk melakukan riset kecil-kecilan mengenai topik yang akan menjadi materi wawancara dan orang yang akan menjadi narasumber.
·         Wawancara atau interview adalah suatu cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang narasumber. Pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan masalah yang akan digali dan diajukan biasanya disiapkan terlebih dahulu , namun seorang jurnalis (penyiar atau reporter) sebagai pewawancara dapat mengembangkan pertanyaan. Jika ada informasi yang menarik -dari jawaban narasumber misalnya- dan perlu diperdalam lagi, maka pewawancara dapat mengajukan pertanyaan lain di luar konsep pertanyaan yang telah disediakan.

  1. Model- Model Wawancara

1.      News page interview
Yaitu ketika Sumber berita hanya digali ketika ada kejadian atau berita yang baru  saja. Jadi wawancaranya dilakukan saat berita terjadi saja
2.      Casual interview
Melakukan wawancara, namun secara tidak sengaja, artinya tidak direncanakan sebelumnya alias tanpa persiapan. Misal ketika kita jalan-jalan lalu tiba-tiba ketemu mentri, gubernur atau pablik figur lainnya. Tentunya sebagai wartawan kesempatan tersebut tidak akan disia-siakan. Wartawan tentu akan bertanya “ngapain sih” publik figur tersebut berad di tempat ini atau bisa bertanya yang lain seperti menanyakan sikap mereka terhadap suatu peristiwa.
3.      Man in the street interview
Wawancara jenis ini bertujuan untuk mengumpulkan gagasan dari berbagai individu dan masyarakat  tentang pendapat mereka atas peristiwa tertentu.

4.      Telefon interview
Wawancara yang dilakukan melalui telepon. Akan tetapi sebaiknya jenis ini dihindari. Wawancara jenis ini hanya dilakukan dalam keadaan darurat saja. Contohnya saat berita kita kurang lengkap, sedangkan besoknya harus terbit, maka cara ini dapat dilakukan. Atau ketika terjadi sebuah peristiwa penting yang membutuhkan cover both side sedangkan nara sumber tidak diketahui keberadaannya telepon bisa dijadikan sarana wawancara.
5.      Written interview
Cara ini jarang dilakukan. Biasanya yang meminta adalah pihak nara sumber. Nara sumber minta pertanyaan tertulis kepada wartawan untuk dipelajarai dan dipersiapkan jawabannya.
6.      Discussion interview
Dilakukan pada saat konferensi pers dimana nara sumber duduk dan dikelilingi puluhan wartawan. Mereka berkumpul mengajukan pertanyaan kepada nara sumber. Dan si nara sumber menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh para wartawan.
7.      Online interview
Sama halnya seperti wawancara biasanya, namun kali ini menggunakan media maya alias internet. Wartawan bertanya lewat email, face book, atau apapun dan nanti dijawab oleh si nara sumber

  1. Sifat Wawancara
Di dalam lingkungan pers internasional dikenal wawancara yang sifatnya berbeda-beda. Antara lain ialah:
On the Record
Nama dan jabatan pemberi wawancara dapat digunakan sebagai sumber, dan keterangannya boleh dikutip langsung serta dimuat di media massa. Ini adalah bentuk wawancara yang terbaik dan paling umum dilakukan di media massa.



Off the Record
Pemberi wawancara tidak dapat digunakan sebagai sumber dan keterangannya sama sekali tidak boleh dimuat di media massa. Jurnalis harus berusaha keras menghindari situasi seperti ini.
Background
Boleh menggunakan kutipan langsung atau menyiarkan keterangan apapun yang diberikan, tetapi tanpa menyebutkan nama dan jabatan pemberi wawancara sebagai sumbernya. Misalnya, digunakan istilah “menurut sumber di departemen/badan...” menurut persyaratan yang disepakati dengan pemberi wawancara. Kadang-kadang disebut juga “not for attribution”.
Deep Background
Informasi bisa dimuat, tetapi tidak boleh menggunakan kutipan langsung atau menyebut nama, jabatan, dan instansi pemberi wawancara.
Reporter harus memberitahu redaktur tentang sifat wawancara yang dilakukannya. Apapun bentuk kesepakatan yang telah dicapai dengan pemberi wawancara, itu harus dihormati dan terwujud dalam pemberitaan. Kalau pemberi wawancara tidak ingin disebut namna dan jabatannya, misalnya, nama dan jabatannya itu tegas tidak boleh dimuat. Redaktur perlu diberitahu karena begitu berita hasil wawancara itu dimuat, tanggung jawab atas isi berita tidak lagi terletak di pundak reporter, tetapi menjadi tanggungjawab institusi media bersangkutan.
Meskipun pemberi wawancara berhak menyembunyikan identitasnya, wartawan sedapat mungkin harus meyakinkan pemberi wawancara agar bersedia disebutkan identitasnya. Sebab, apabila terlalu banyak sumber berita yang tidak jelas identitasnya, kredibilitas wartawan dipertaruhkan. Tingkat kepercayaan pembaca terhadap isi tulisannya juga semakin besar, seolah-olah isi tulisan itu hanya berdasarkan gosip, isu, kabar angin atau bahkan “karangan” wartawan belaka.
Keraguan ini muncul bisa jadi karena adanya praktek pelanggaran kode etik yang dilakukan sejumlah wartawan Indonesia. Misalnya, sejumlah artis mengeluh karena ditulis begini dan begitu, padahal artis ini tidak merasa pernah diwawancarai wartawan bersangkutan. Namun karena posisi artis yang sangat membutuhkan publisitas dan dukungan media massa, para artis ini tidak mau ribut-ribut ke Dewan Pers atau pengadilan mengadukan masalahnya
  1. Persiapan dan Pelaksanaan Wawancara
·           Namun demikian, secara umum teknik wawancara meliputi tiga tahap, yaitu:
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Pasca-Wawancara

Ø Tahap Persiapan Wawancara
1. Menentukan topik atau masalah
2. Memahami masalah yang ditanyakan – wawancara yang baik tidak berangkat dengan kepala kosong.
3. Menyiapkan pertanyaan.
4. Menentukan narasumber
5. Membuat janji –menghubungi narasumber atau “mengintai” narasumber agar bisa ditemui.

Ø Pelaksanaan Wawancara
1. Datang tepat waktu –jika ada kesepakatan dengan narasumber.
2. Perhatikan penampilan –sopan, rapi, atau sesuaikan dengan suasana.
3. Kenalkan diri –jika perlu tunjukkan ID/Press Card.
4. Kemukakan maksud kedatangan –sekadar “basa-basi” dan menciptakan keakraban.
5. Awali dengan menanyakan biodata narasumber, terutama nama (nama lengkap dan nama panggilan jika ada). Bila perlu, minta narasumber menuliskan namanya  sendiri agar tidak terjadi kesalahan.
6. Pertanyaan  tidak   bersifat   “interogatif “ atau terkesan memojokkan.
7. Catat! Jangan terlalu mengandalkan recorder.
8. Ajukan pertanyaan secara ringkas.
9. Hindari pertanyaan “yes-no question” –pertanyaan yang hanya butuh jawaban “ya” dan “tidak”.Gunakan “mengapa” (why), bukan “apakah” (do you/are you). Jawaban atas pertanyaan “Mengapa Anda mundur?” tentu akan lebih panjang ketimbang pertanyaan “Apakah Anda mundur?”.

10. Hindari pertanyaan ganda! Satu pertanyaan buat satu masalah.
11. Jadilah pendengar yang baik.Ingat, tugas wartawan menggali informasi, bukan “menggurui” narasumber, apalagi ingin “unjuk gigi” ingin terkesan lebih pintar atau lebih paham dari narasumber.
Ø Merangkum Isi Pembicaraan dalam Wawancara

A. Menyusun Rangkuman Hasil Wawancara
Rangkuman adalah penyajian singkat dari suatu pembicaraan atau tulisan. Adapaun langkah-langkah untuk membuat rangkuman hasil wawancara, antara lain:
1. Menyimak seluruh pembicaraan dalam wawancara
2. Mencatat pokok-pokok pembicaraan
3. Merangkaikan pokok-pokok pembicaraan ke dalam beberapa paragraph dengan memerhatikan keefektifan kalimat-kalimatnya.
Selain langkah-langkah, Anda juga harus memerhatikan hal-hal penting dalam membuat rangkuman, diantaranya adalah:
1. Menggunakan kalimat efektif.
2. Jumlah paragraf dalam rangkuman tergantung pada banyaknya pertanyaan dan jawaban kegiatan wawancara.
3. Mempertahankan susunan topik pembicaraan.

Beberapa hal yang dapat dijadikan panduan untuk mengikuti wawancara, yaitu:
1. Mengidentifikasi topik wawancara
2. Memusatkan perhatian
3. Memerhatikan intonasi, mimik, dan bahasa tubuh kedua belah pihak yang terlibat dalam wawancara
4. Menentukan inti dari setiap pertanyaan
5. Menentukan inti dari setiap jawaban
6. Merangkum inti pertanyaan dan jawaban sebuah simpulan wawancara


B. Menjelaskan Hasil Wawancara tentang Tanggapan Narasumber
Untuk mngetahui isi wawancara dapat dilakukan dengan cara menyimak dan mencatat isi pokok pembicaraan dalam wawancara. Cara mencatat isi pokok pembicaraan dalam wawancara sebagai berikut:
1. Menyimak wawancara dengan seksama dari awal hingga akhir
2. Mencatat orang yang melakukan wawancara, baik pewawancara maupun narasumber
3. Mencatat isi pokok pembicaraan dalam wawancara, sebagai berikut:
a. Apa yang dibicarakan atau masalah yang dibahas dalam wawancara
b.Tanggapan atau pendapat narasumber: berupa pendapat tentang penyebab masalah dan penanggulangan masalah yang diabahas dalam wawancara.

  1. Sebab-sebab narasumber yang enggan diwawancara
Namun ada juga narasumber yang memang betul-betul tidak ingin diwawancarai, walaupun mereka tidak terang-terangan mengatakan “tidak.” Yang mereka lakukan adalah menghindar dengan cara tidak menjawab telepon, atau meminta sekretarisnya untuk mengatakan “Bapak sedang ke luar kantor,” jika ada permintaan wawancara dari wartawan. Sehingga wartawan merasa dipermainkan atau diremehkan.
Jika wartawan menghadapi narasumber yang enggan diwawancarai, padahal sumber itu sangat vital bagi peliputan yang sedang dilakukan, wartawan tersebut punya tiga pilihan: Pertama, menuliskan hasil liputan tanpa wawancara itu. Kedua, menuliskan hasil liputan dengan tambahan keterangan bahwa setelah berusaha dihubungi berulang kali, narasumber tetap tidak menjawab panggilan telepon, pesan fax, atau surat permintaan wawancara. Ketiga, meyakinkan narasumber untuk bersedia diwawancarai.
Orang yang tak mau diwawancarai mungkin menolak wawancara karena beberapa alasan, seperti:
Waktu
Calon pemberi wawancara, yang mengatakan “Saya tak punya waktu untuk wawancara,” sebenarnya ingin memanfaatkan waktunya untuk mengerjakan sesuatu yang lain ketimbang diwawancarai oleh wartawan. Mereka memperkirakan lama waktu yang dihabiskan untuk wawancara, dan menghitung manfaat wawancara itu dibandingkan dengan jika waktunya dipakai untuk kepentingan lain.
Rasa bersalah
Orang mungkin tak mau diwawancarai karena takut kelepasan bicara, mengakui telah melakukan suatu kesalahan, atau mengatakan sesuatu yang sebenarnya tak ingin mereka ungkapkan.
Kecemasan
Seorang pemalu mungkin takut pada pengalaman diwawancarai. Ketakutan pada sesuatu yang belum dikenal membuat mereka cenderung menolak risiko pengalaman baru diwawancarai.
Perlindungan
Orang mungkin menolak diwawancarai karena ingin melindungi keluarga, teman, atau orang lain yang dicintai, atau orang lain yang diketahui melakukan perbuatan salah. Calon pemberi wawancara mungkin juga takut dikaitkan dengan pernyataan atau komentar yang bisa mempermalukan atau mengecam pihak lain.
Ketidaktahuan
Calon pemberi wawancara bisa jadi menolak wawancara, karena tak mau mengakui bahwa dia tidak tahu apa-apa atau hanya tahu sedikit sekali tentang masalah yang dijadikan fokus wawancara.
 Mempermalukan
.           Orang mungkin menolak wawancara karena masalah yang mau dipertanyakan itu membuat dirinya merasa malu, risih, atau dianggap terlalu intim dan pribadi sifatnya.
 Tragedi
Orang yang baru mengalami musibah berat mungkin tidak ingin mengungkapkan masalahnya itu kepada umum. Padahal wartawan dengan tulisannya akan mengubah masalah yang bersifat pribadi itu menjadi konsumsi publik.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar