TEKNIK
WAWANCARA
#Hendra
Payobadar
- Pengertian
Wawancara adalah tanya jawab untuk memperoleh informasi atau
keterangan akan suatu hal. Dan wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
diperoleh secara langsung antara pewawancara dengan narasumber.Sebagai sebuah
data, informasi yang diperoleh dari hasil wawancara harus diubah menjadi
laporan tertulis.Laporan tertulis hasil wawancara berupa laporan tulisan
jurnalistik (berita) atau data dalam bentuk ringkasan.
Wawancara jurnalisme adalah sebuah dialog untuk megumpulkan
dan merekonstruksi fakta dari informasi yang telah ada sebelumnya. Untuk
menghasilkan wawancara yang hebat, seorang jurnalis harus memperhatikan
tahap-tahap persiapan, pelaksanaan, produksi atau penulisan, sampai pada tahap
evaluasi.
Dalam wawancara, wartawan bertanya kepada narasumber, (saksi,
pengamat, pihak berwenang, dan sebagainya) untuk menggali atau mengumpulkan
informasi, keterangan, fakta, atau data tentang sebuah peristiwa atau masalah.
Dan hasil wawancara disusun dalam bentuk karya jurnalistik –berita, feature,
atau artikel opini.
Pedoman
Wawancara:
·
Dalam dunia jurnalistik,
seorang jurnalis (Reporter, penyiar, anchor, host) harus melakukan persiapan
yang cukup sebelum mewawancarai seseorang.
·
Dia harus paham betul
masalah yang akan ditanyakan. Sehingga dia bisa pandai menjaga wawancara tetap
fokus dan tidak kehilangan arah, agar keterangan atau jawaban yang disampaikan
narasumber sesuai dengan kebutuhan dan keingintahuan pembaca/pemirsa/pendengar.
·
Harus paham bahwa wawancara
yang dilakukannya bukan untuk keperluan pribadinya, editornya, bosnya, atau
medianya, tapi untuk memenuhi need and want pembaca atau audiens mereka.
·
Perlu mengetahui latar
belakang atau sifat orang yang akan diwawancarai agar mudah menyesuaikan diri
dengannya ketika bertatap muka.
·
Penting sekali bagi seorang
jurnalis untuk melakukan riset kecil-kecilan mengenai topik yang akan menjadi
materi wawancara dan orang yang akan menjadi narasumber.
·
Wawancara atau interview
adalah suatu cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung
kepada seorang narasumber. Pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan masalah
yang akan digali dan diajukan biasanya disiapkan terlebih dahulu , namun
seorang jurnalis (penyiar atau reporter) sebagai pewawancara dapat
mengembangkan pertanyaan. Jika ada informasi yang menarik -dari jawaban
narasumber misalnya- dan perlu diperdalam lagi, maka pewawancara dapat
mengajukan pertanyaan lain di luar konsep pertanyaan yang telah disediakan.
- Model- Model Wawancara
1. News page interview
Yaitu ketika Sumber berita hanya digali ketika ada kejadian
atau berita yang baru saja. Jadi
wawancaranya dilakukan saat berita terjadi saja
2. Casual interview
Melakukan wawancara, namun secara tidak sengaja, artinya
tidak direncanakan sebelumnya alias tanpa persiapan. Misal ketika kita jalan-jalan
lalu tiba-tiba ketemu mentri, gubernur atau pablik figur lainnya. Tentunya
sebagai wartawan kesempatan tersebut tidak akan disia-siakan. Wartawan tentu
akan bertanya “ngapain sih” publik figur tersebut berad di tempat ini atau bisa
bertanya yang lain seperti menanyakan sikap mereka terhadap suatu peristiwa.
3. Man in the street interview
Wawancara jenis ini bertujuan untuk mengumpulkan gagasan dari
berbagai individu dan masyarakat tentang
pendapat mereka atas peristiwa tertentu.
4. Telefon interview
Wawancara yang dilakukan melalui telepon. Akan tetapi
sebaiknya jenis ini dihindari. Wawancara jenis ini hanya dilakukan dalam
keadaan darurat saja. Contohnya saat berita kita kurang lengkap, sedangkan
besoknya harus terbit, maka cara ini dapat dilakukan. Atau ketika terjadi
sebuah peristiwa penting yang membutuhkan cover both side sedangkan nara sumber
tidak diketahui keberadaannya telepon bisa dijadikan sarana wawancara.
5. Written interview
Cara ini jarang dilakukan. Biasanya yang meminta adalah pihak
nara sumber. Nara sumber minta pertanyaan tertulis kepada wartawan untuk
dipelajarai dan dipersiapkan jawabannya.
6. Discussion interview
Dilakukan pada saat konferensi pers dimana nara sumber duduk
dan dikelilingi puluhan wartawan. Mereka berkumpul mengajukan pertanyaan kepada
nara sumber. Dan si nara sumber menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh para
wartawan.
7. Online interview
Sama halnya seperti wawancara biasanya, namun kali ini
menggunakan media maya alias internet. Wartawan bertanya lewat email, face
book, atau apapun dan nanti dijawab oleh si nara sumber
- Sifat Wawancara
Di dalam lingkungan pers internasional dikenal wawancara
yang sifatnya berbeda-beda. Antara lain ialah:
On the Record
Nama dan jabatan pemberi wawancara dapat digunakan
sebagai sumber, dan keterangannya boleh dikutip langsung serta dimuat di media
massa. Ini adalah bentuk wawancara yang terbaik dan paling umum dilakukan di
media massa.
Off the Record
Pemberi wawancara tidak dapat digunakan sebagai sumber
dan keterangannya sama sekali tidak boleh dimuat di media massa. Jurnalis harus
berusaha keras menghindari situasi seperti ini.
Background
Boleh menggunakan kutipan langsung atau menyiarkan
keterangan apapun yang diberikan, tetapi tanpa menyebutkan nama dan jabatan
pemberi wawancara sebagai sumbernya. Misalnya, digunakan istilah “menurut
sumber di departemen/badan...” menurut persyaratan yang disepakati dengan
pemberi wawancara. Kadang-kadang disebut juga “not for attribution”.
Deep Background
Informasi bisa dimuat, tetapi tidak boleh menggunakan
kutipan langsung atau menyebut nama, jabatan, dan instansi pemberi wawancara.
Reporter harus memberitahu redaktur tentang sifat
wawancara yang dilakukannya. Apapun bentuk kesepakatan yang telah dicapai
dengan pemberi wawancara, itu harus dihormati dan terwujud dalam pemberitaan.
Kalau pemberi wawancara tidak ingin disebut namna dan jabatannya, misalnya,
nama dan jabatannya itu tegas tidak boleh dimuat. Redaktur perlu diberitahu
karena begitu berita hasil wawancara itu dimuat, tanggung jawab atas isi berita
tidak lagi terletak di pundak reporter, tetapi menjadi tanggungjawab institusi
media bersangkutan.
Meskipun pemberi wawancara berhak menyembunyikan
identitasnya, wartawan sedapat mungkin harus meyakinkan pemberi wawancara agar
bersedia disebutkan identitasnya. Sebab, apabila terlalu banyak sumber berita
yang tidak jelas identitasnya, kredibilitas wartawan dipertaruhkan. Tingkat
kepercayaan pembaca terhadap isi tulisannya juga semakin besar, seolah-olah isi
tulisan itu hanya berdasarkan gosip, isu, kabar angin atau bahkan “karangan”
wartawan belaka.
Keraguan ini muncul bisa jadi karena adanya praktek
pelanggaran kode etik yang dilakukan sejumlah wartawan Indonesia. Misalnya, sejumlah
artis mengeluh karena ditulis begini dan begitu, padahal artis ini tidak merasa
pernah diwawancarai wartawan bersangkutan. Namun karena posisi artis yang
sangat membutuhkan publisitas dan dukungan media massa, para artis ini tidak
mau ribut-ribut ke Dewan Pers atau pengadilan mengadukan masalahnya
- Persiapan dan Pelaksanaan Wawancara
· Namun demikian, secara umum teknik
wawancara meliputi tiga tahap, yaitu:
1.
Persiapan
2.
Pelaksanaan
3.
Pasca-Wawancara
Ø
Tahap Persiapan Wawancara
1.
Menentukan topik atau masalah
2.
Memahami masalah yang ditanyakan – wawancara yang baik tidak berangkat dengan
kepala kosong.
3.
Menyiapkan pertanyaan.
4.
Menentukan narasumber
5.
Membuat janji –menghubungi narasumber atau “mengintai” narasumber agar bisa
ditemui.
Ø
Pelaksanaan Wawancara
1. Datang tepat waktu –jika ada kesepakatan dengan
narasumber.
2. Perhatikan penampilan –sopan, rapi, atau sesuaikan
dengan suasana.
3. Kenalkan diri –jika perlu tunjukkan ID/Press Card.
4. Kemukakan maksud kedatangan –sekadar “basa-basi”
dan menciptakan keakraban.
5. Awali dengan menanyakan biodata narasumber,
terutama nama (nama lengkap dan nama panggilan jika ada). Bila perlu, minta
narasumber menuliskan namanya sendiri
agar tidak terjadi kesalahan.
6. Pertanyaan
tidak bersifat “interogatif “ atau terkesan memojokkan.
7. Catat! Jangan terlalu mengandalkan recorder.
8. Ajukan pertanyaan secara ringkas.
9. Hindari pertanyaan “yes-no question” –pertanyaan
yang hanya butuh jawaban “ya” dan “tidak”.Gunakan “mengapa” (why), bukan
“apakah” (do you/are you). Jawaban atas pertanyaan “Mengapa Anda mundur?” tentu
akan lebih panjang ketimbang pertanyaan “Apakah Anda mundur?”.
10. Hindari pertanyaan ganda! Satu pertanyaan buat
satu masalah.
11. Jadilah pendengar yang baik.Ingat, tugas wartawan
menggali informasi, bukan “menggurui” narasumber, apalagi ingin “unjuk gigi”
ingin terkesan lebih pintar atau lebih paham dari narasumber.
Ø Merangkum
Isi Pembicaraan dalam Wawancara
A. Menyusun
Rangkuman Hasil Wawancara
Rangkuman
adalah penyajian singkat dari suatu pembicaraan atau tulisan. Adapaun
langkah-langkah untuk membuat rangkuman hasil wawancara, antara lain:
1. Menyimak
seluruh pembicaraan dalam wawancara
2. Mencatat
pokok-pokok pembicaraan
3. Merangkaikan
pokok-pokok pembicaraan ke dalam beberapa paragraph dengan memerhatikan
keefektifan kalimat-kalimatnya.
Selain
langkah-langkah, Anda juga harus memerhatikan hal-hal penting dalam membuat
rangkuman, diantaranya adalah:
1. Menggunakan
kalimat efektif.
2. Jumlah
paragraf dalam rangkuman tergantung pada banyaknya pertanyaan dan jawaban
kegiatan wawancara.
3.
Mempertahankan susunan topik pembicaraan.
Beberapa hal
yang dapat dijadikan panduan untuk mengikuti wawancara, yaitu:
1.
Mengidentifikasi topik wawancara
2. Memusatkan
perhatian
3. Memerhatikan
intonasi, mimik, dan bahasa tubuh kedua belah pihak yang terlibat dalam
wawancara
4. Menentukan
inti dari setiap pertanyaan
5. Menentukan
inti dari setiap jawaban
6. Merangkum
inti pertanyaan dan jawaban sebuah simpulan wawancara
B. Menjelaskan
Hasil Wawancara tentang Tanggapan Narasumber
Untuk
mngetahui isi wawancara dapat dilakukan dengan cara menyimak dan mencatat isi
pokok pembicaraan dalam wawancara. Cara mencatat isi pokok pembicaraan dalam
wawancara sebagai berikut:
1. Menyimak
wawancara dengan seksama dari awal hingga akhir
2. Mencatat
orang yang melakukan wawancara, baik pewawancara maupun narasumber
3. Mencatat isi
pokok pembicaraan dalam wawancara, sebagai berikut:
a. Apa yang dibicarakan atau masalah yang dibahas
dalam wawancara
b.Tanggapan atau pendapat narasumber: berupa pendapat
tentang penyebab masalah dan penanggulangan masalah yang diabahas dalam
wawancara.
- Sebab-sebab narasumber yang enggan diwawancara
Namun
ada juga narasumber yang memang betul-betul tidak ingin diwawancarai, walaupun
mereka tidak terang-terangan mengatakan “tidak.” Yang mereka lakukan adalah
menghindar dengan cara tidak menjawab telepon, atau meminta sekretarisnya untuk
mengatakan “Bapak sedang ke luar kantor,” jika ada permintaan wawancara dari
wartawan. Sehingga wartawan merasa dipermainkan atau diremehkan.
Jika
wartawan menghadapi narasumber yang enggan diwawancarai, padahal sumber itu
sangat vital bagi peliputan yang sedang dilakukan, wartawan tersebut punya tiga
pilihan: Pertama, menuliskan hasil liputan tanpa wawancara itu. Kedua,
menuliskan hasil liputan dengan tambahan keterangan bahwa setelah berusaha
dihubungi berulang kali, narasumber tetap tidak menjawab panggilan telepon, pesan
fax, atau surat permintaan wawancara. Ketiga, meyakinkan narasumber untuk
bersedia diwawancarai.
Orang
yang tak mau diwawancarai mungkin menolak wawancara karena beberapa alasan,
seperti:
Waktu
Calon
pemberi wawancara, yang mengatakan “Saya tak punya waktu untuk wawancara,”
sebenarnya ingin memanfaatkan waktunya untuk mengerjakan sesuatu yang lain
ketimbang diwawancarai oleh wartawan. Mereka memperkirakan lama waktu yang
dihabiskan untuk wawancara, dan menghitung manfaat wawancara itu dibandingkan
dengan jika waktunya dipakai untuk kepentingan lain.
Rasa bersalah
Orang
mungkin tak mau diwawancarai karena takut kelepasan bicara, mengakui telah
melakukan suatu kesalahan, atau mengatakan sesuatu yang sebenarnya tak ingin
mereka ungkapkan.
Kecemasan
Seorang
pemalu mungkin takut pada pengalaman diwawancarai. Ketakutan pada sesuatu yang
belum dikenal membuat mereka cenderung menolak risiko pengalaman baru
diwawancarai.
Perlindungan
Orang
mungkin menolak diwawancarai karena ingin melindungi keluarga, teman, atau
orang lain yang dicintai, atau orang lain yang diketahui melakukan perbuatan
salah. Calon pemberi wawancara mungkin juga takut dikaitkan dengan pernyataan
atau komentar yang bisa mempermalukan atau mengecam pihak lain.
Ketidaktahuan
Calon
pemberi wawancara bisa jadi menolak wawancara, karena tak mau mengakui bahwa
dia tidak tahu apa-apa atau hanya tahu sedikit sekali tentang masalah yang
dijadikan fokus wawancara.
Mempermalukan
. Orang mungkin menolak wawancara
karena masalah yang mau dipertanyakan itu membuat dirinya merasa malu, risih,
atau dianggap terlalu intim dan pribadi sifatnya.
Tragedi
Orang
yang baru mengalami musibah berat mungkin tidak ingin mengungkapkan masalahnya
itu kepada umum. Padahal wartawan dengan tulisannya akan mengubah masalah yang
bersifat pribadi itu menjadi konsumsi publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar