Blog&fb: Hendra payobadar | Twitter : @payobadar

Besikap terlalu serius bisa mematikan mood orang disekitarmu

Hot in Week

Sabtu, 06 September 2014

Menuju Jurnalis Profesional

Menuju Jurnalis Profesional
Hendra*
Wartawan merupakan profesi. Bekerja dengan profesional dalam mencari informasi untuk disebarluaskan ke masyarakat melalui media massa. Layaknya, dokter, guru dan pengacara yang bekerja dengan profesional dalam menjalankan profesinya masing-masing.
Pekerjaan yang disebut dengan profesi memiliki kriteria. Pertama, adanya kekebebasan dalam melaksanakan profesi. Wartawan memiliki kebebasan dalam berkerja. Merdeka dalam memperoleh dan menyampaikan informasi untuk kebutuhan hakiki dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Kebebasan bagi pers dalam melaksanakan kegiatan jurnalsitik, sudah diatur dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 pasal 4.
Dalam kode etik jurnalitik, yang memiliki 11 pasal juga telah dijelaskan aturan atau etika-etika jurnalis bekerja secara profesional. Pada pasal 1, yang ditafsirkan, bahwa wartawan bekerja dengan hati nurani, tanpa paksaan dan intervensi dari pihak lain. Artinya, wartawan dalam bekerja harus independen
Kebebasan jurnalis berpijak kepada nilai-nilai kebenaran. Bill Kovach dan Rosential dalam bukunya “The Elements of Journalism”, pada elemen pertama dari sembilan elemen jurnalistik, menyatakan, kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran.
Kebenaran memang sangat relatif. Tetapi, bisa didapatkan melalui independensi jurnalis. Jurnalis yang independen bekerja tanpa tekanan dan iming-iming, baik dari pihak ketiga (narasumber) maupun dari perusahaan media yang mempekerjakannya. Independensi akan muncul dari hati nurani sang jurnalis untuk sebuah kebenaran tersebut.
Jurnalis asal Amerika itu, Bill Kovach dan Rosential juga menulis, pada elemen ke empat, Jurnalis harus menjaga independensi dari objek liputan.  Memang, sulit untuk menjaga independensi jurnalis, karena kita akan berhadapan dengan berbagai peristiwa yang mungkin melibatkan orang-orang terdekat, seperti keluarga. Sedangkan kita diminta oleh perusahaan untuk meliput peristiwa itu. Konflil pun terjadi pada diri jurnalis sendiri.
Untuk hal ini, Bill Kovach mempunyai solusi, dalam bukunya itu juga, dikatakan, jika wartawan/media memiliki hubungan yang bisa dipersepsikan sebagai konflik kepentingan, mereka berkewajiban melakukan full-disclosure tentang hubungan itu.
Kedua, profesi memiliki keahlian. Wartawan memiliki keahlian dalam mencari, menggali, mengolah,  menulis dan menyampaikan informasi kepada masyarakat. Hal itu menuntut wartawan untuk lebih cerdas dari masyarakatnya. Sebab informasi yang disampaikan akan dikonsumsi masyarakat  luas,. Menjadi referensi untuk berbagai kegiatan masyarakat nantinya. Keahlian wartawan juga bisa kita lihat dari kekuatan dalam bahasa, apalagi bahasa jurnalistik.
Ketiga, pekerjaan yang terikat dan adanya keterpanggilan. Wartawan bekerja 24 jam. Ada panggilan untuk menunaikan profesi itu. Panggilan jiwa dalam bekerja. Sehingga muncul naluri yang peka terhadap setiap peristiwa.
Hati nurani jurnalis juga akan ikut bicara. Ketika ada hal-hal yang patut diinformasikan kepada publik. Sehingga, walaupun di jam tidur, jurnalis masih berada di lapangan untuk melakukan kegiatan jurnalistik.
Dalam bukunya juga, Bill Kovach menulis, jurnalis diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya. Dengan hati nurani tersebut, jurnalis terpanggil untuk melaksanakan tanggung jawab sosialnya tersebut.
Keempat, pekerjaan yang disebut dengan profesi memiliki kode etik. Dalam UU 40 tahun 1999 pasal 7 ayat 2 tercantum bahwa, wartawan memiliki dan mentaati kode etik jurnalistik.
Undang-undang dan kode etik tersebut, tidak sebatas aturan tertulis. Tetapi harus ditaati jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Untuk meningkatkan profesionalime dan integritas, jurnalis di Indonesia saat ini memiliki etika profesi sebagai pedoman dalam menjalakan profesi, yaitu kode etik jurnalistik (KEJ) yang disahkan pada tanggal 14 Maret 2006 atas nama 29 organisasi wartawan dan organisasi peruhasaan pers di Indonesia.
Empat kriteria tadi telah jelas menggambarkan, wartawan sebagai profesi. Menuntut profesionalitas kerja dengan menempuh cara-cara yang profesional. Walaupun nanti akan muncul berbagai godaan yang akan menjerumuskan.
Untuk mencipatakan jurnalis profesional tersebut, salah satunya melalui pers mahasiswa.
Posisi pers mahasiswa di tengah pers umum. Mungkinkah menjadi media alternatif, karena mempunyai segmen-segmen sesuai dengan ciri khas kampusnya sendiri. Serta berbasis konsistensi dan tetap setia memperjuangkan idealisme pers pada umumnya.

Ini tugas kita bersama.. Media-media di Indonesia dikelola jurnalis-jurnalis dari Ranah Minang yang memiliki kecerdasan dan integritas tinggi. Aspem menjadi jembatan untuk melahirkan jurnalis-jurnalis professional.